Minggu, 26 Februari 2012

PENILAIAN AFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemampuan lulusan suatu jenjang pendidikan sesuai dengan tuntutan penerapan kurikulum berbasis kompetensi mencakup tiga ranah, yaitu kemampuan berpikir, keterampilan melakukan  pekerjaan, dan perilaku. Setiap peserta didik memiliki potensi pada ketiga ranah tersebut, namun tingkatannya satu sama lain  berbeda. Ada peserta didik yang memiliki kemampuan  berpikir tinggi dan perilaku amat baik, namun keterampilannya rendah. Demikian sebaliknya ada peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir rendah, namun memiliki keterampilan yang  tinggi dan perilaku amat baik. Ada pula peserta didik yang kemampuan berpikir dan keterampilannya sedang/biasa, tapi memiliki perilaku baik. Jarang sekali peserta didik yang  kemampuan berpikirnya rendah, keterampilan rendah, dan perilaku kurang baik. Peserta didik  seperti  itu akan  mengalami kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat, karena tidak memiliki potensi untuk hidup di masyarakat. Ini menunjukkan keadilan    Tuhan YME, setiap manusia memiliki  potensi yang dapat dikembangkan menjadi kemampuan untuk hidup di masyarakat.

Kemampuan    berpikir    merupakan    ranah    kognitif    yang    meliputi    kemampuan menghapal,     memahami,        menerapkan,        menganalisis,        mensintesis,    dan mengevaluasi.  Kemampuan psikomotor, yaitu keterampilan yang berkaitan dengan gerak,  menggunakan otot    seperti lari, melompat, menari, melukis, berbicara, membongkar  dan   memasang  peralatan,  dan  sebagainya.  Kemampuan  afektif berhubungan  dengan  minat  dan  sikap  yang  dapat  berbentuk  tanggung  jawab, kerjasama, disiplin, komitmen, percaya diri,  jujur, menghargai pendapat orang lain, dan kemampuan mengendalikan diri. Semua  kemampuan  ini harus menjadi bagian dari tujuan pembelajaran di sekolah, yang akan dicapai  melalui kegiatan pembelajaran yang tepat.

Masalah  afektif  dirasakan  penting  oleh  semua  orang,  namun  implementasinya masih kurang.  Hal ini disebabkan merancang pencapaian tujuan pembelajaran afektif  tidak  semudah  seperti  pembelajaran  kognitif  dan  psikomotor.  Satuan pendidikan  harus  merancang  kegiatan  pembelajaran  yang  tepat  agar  tujuan pembelajaran    afektif    dapat    dicapai.    Keberhasilan    pendidik    melaksanakan pembelajaran ranah afektif dan keberhasilan peserta didik mencapai kompetensi afektif perlu dinilai. Oleh karena itu perlu dikembangkan acuan  pengembangan perangkat penilaian ranah afektif serta penafsiran hasil pengukurannya.

B. Tujuan

Buku pengembangan perangkat penilaian afektif ini disusun agar pendidik:
1.    memiliki kesamaan pemahaman mengenai ranah afektif dan cara penilaiannya
2.    mampu mengembangkan perangkat penilaian afektif

C. Ruang Lingkup

Buku ini berisi tentang hakikat penilaian afektif dan pengembangan perangkat penilaian afektif.



BAB II
PENILAIAN RANAH AFEKTIF



A.  Hakikat Pembelajaran Afektif

Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar, kecepatan belajar, dan hasil afektif. Andersen (1981) sependapat dengan Bloom bahwa karakteristik manusia meliputi cara  yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal berpikir berkaitan dengan ranah kognitif, tipikal berbuat berkaitan dengan ranah psikomotor, dan tipikal perasaan berkaitan  dengan ranah afektif. Ranah afektif mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, atau nilai. Ketiga ranah  tersebut  merupakan  karakteristik  manusia  sebagai  hasil  belajar  dalam bidang pendidikan.

Menurut    Popham    (1995),    ranah    afektif    menentukan    keberhasilan    belajar seseorang. Orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai  keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang    berminat dalam suatu mata pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Oleh  karena  itu  semua  pendidik  harus  mampu  membangkitkan  minat  semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa sosial, dan sebagainya. Untuk itu semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif.

Keberhasilan pembelajaran pada ranah kognitif dan psikomotor dipengaruhi oleh kondisi afektif peserta didik. Peserta didik yang memiliki minat belajar dan sikap positif  terhadap  pelajaran  akan  merasa  senang  mempelajari  mata  pelajaran tertentu, sehingga    dapat mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Walaupun para pendidik sadar akan hal ini, namun belum banyak  tindakan yang dilakukan pendidik secara sistematik untuk meningkatkan minat  peserta didik. Oleh karena itu  untuk  mencapai  hasil  belajar  yang  optimal,  dalam  merancang  program pembelajaran  dan  kegiatan  pembelajaran  bagi  peserta  didik,  pendidik  harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.



B.  Tingkatan Ranah Afektif

Menurut Krathwohl (1961) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif mempunyai komponen    afektif.    Dalam    pembelajaran    sains,    misalnya,    di    dalamnya    ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif  menurut  taksonomi  Krathwohl  ada  lima,  yaitu:  receiving  (attending), responding, valuing, organization, dan characterization.

1.  Tingkat receiving

Pada  tingkat  receiving  atau  attending,  peserta  didik  memiliki  keinginan memperhatikan    suatu    fenomena    khusus    atau    stimulus,    misalnya    kelas, kegiatan, musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta  didik  pada  fenomena  yang  menjadi  objek  pembelajaran  afektif. Misalnya  pendidik  mengarahkan  peserta  didik  agar  senang  membaca  buku,



senang bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.

2.  Tingkat responding

Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada  pemerolehan  respons,  berkeinginan  memberi  respons,  atau  kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi  pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan  kesenangan pada aktivitas khusus.  Misalnya  senang    membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.

3.  Tingkat valuing

Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai pada tingkat  komitmen.  Valuing  atau  penilaian  berbasis  pada  internalisasi  dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar  pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.

4.  Tingkat organization

Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.

5.  Tingkat characterization

Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.



C. Karakteristik Ranah Afektif

Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah  afektif  (Andersen,  1981:4).  Pertama,  perilaku  melibatkan  perasaan  dan emosi seseorang. Kedua,  perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang  termasuk  ranah  afektif  adalah  intensitas,  arah,  dan  target.  Intensitas menyatakan derajat atau kekuatan dari perasaan.  Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang atau suka.  Sebagian orang kemungkinan  memiliki  perasaan  yang  lebih  kuat  dibanding  yang  lain.  Arah perasaan  berkaitan  dengan  orientasi  positif  atau  negatif  dari  perasaan  yang menunjukkan   apakah  perasaan  itu  baik  atau  buruk.  Misalnya  senang  pada pelajaran dimaknai positif,  sedang kecemasan dimaknai negatif.    Bila intensitas dan  arah  perasaan  ditinjau  bersama-sama,  maka  karakteristik  afektif  berada dalam suatu skala yang kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide



sebagai arah dari perasaan. Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau,  ada  beberapa  kemungkinan  target.  Peserta  didik  mungkin  bereaksi terhadap sekolah,  matematika,  situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari  kecemasan. Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.

Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.

1.    Sikap

Sikap merupakan suatu kencendrungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan  yang  ingin  dicapai,  keteguhan,  dan  konsistensi  terhadap  sesuatu. Penilaian  sikap  adalah  penilaian  yang  dilakukan  untuk  mengetahui  sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.

Menurut  Fishbein  dan  Ajzen  (1975)  sikap  adalah  suatu  predisposisi  yang dipelajari  untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi,  konsep,  atau  orang.  Sikap  peserta  didik  terhadap  objek  misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting  untuk  ditingkatkan  (Popham,  1999).  Sikap  peserta  didik  terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Inggris, harus lebih positif setelah  peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris dibanding sebelum mengikuti pembelajaran.  Perubahan  ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran.  Untuk itu pendidik harus membuat rencana  pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta  didik  terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.

2.    Minat

Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui pengalaman  yang  mendorong  seseorang  untuk  memperoleh  objek  khusus, aktivitas,    pemahaman,    dan    keterampilan    untuk    tujuan    perhatian    atau pencapaian. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat  adalah intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.

Penilaian minat dapat digunakan untuk:
a. mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam pembelajaran,
b. mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya,
c. pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik, d.  menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas,
e. mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama,



f.  acuan dalam menilai    kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih metode yang tepat dalam penyampaian materi,
g. mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan pendidik,
h. bahan pertimbangan menentukan program sekolah, i.   meningkatkan motivasi belajar peserta didik.

3.    Konsep Diri

Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Target, arah, dan intensitas konsep diri pada dasarnya seperti ranah afektif yang lain. Target konsep diri biasanya orang tetapi bisa juga institusi seperti sekolah.  Arah konsep diri bisa positif atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum, yaitu mulai dari rendah sampai tinggi.

Konsep diri ini penting untuk menentukan jenjang karir peserta didik, yaitu dengan   mengetahui  kekuatan  dan  kelemahan  diri  sendiri,  dapat  dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik. Selain itu informasi  konsep diri penting bagi sekolah untuk memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.

Penilaian konsep diri dapat dilakukan dengan penilaian diri. Kelebihan dari penilaian diri adalah sebagai berikut.
•    Pendidik mampu mengenal kelebihan dan kekurangan peserta didik.
•    Peserta didik mampu merefleksikan kompetensi yang sudah dicapai.
•    Pernyataan yang dibuat sesuai dengan keinginan penanya.
•    Memberikan motivasi diri dalam hal penilaian kegiatan peserta didik.
•    Peserta didik lebih aktif dan berpartisipasi dalam proses pembelajaran.
•    Dapat  digunakan  untuk  acuan  menyusun  bahan  ajar  dan  mengetahui standar input peserta didik.
•    Peserta didik dapat mengukur kemampuan untuk mengikuti pembelajaran.
•    Peserta didik dapat mengetahui ketuntasan belajarnya.
•    Melatih kejujuran dan kemandirian peserta didik.
•    Peserta didik mengetahui bagian yang harus diperbaiki.
•    Peserta didik memahami kemampuan dirinya.
•    Pendidik memperoleh masukan objektif tentang daya serap peserta didik.
•    Mempermudah  pendidik  untuk  melaksanakan  remedial,  hasilnya  dapat untuk instropeksi pembelajaran yang dilakukan.
•    Peserta didik belajar terbuka dengan orang lain.
•    Peserta didik mampu menilai dirinya.
•    Peserta didik dapat mencari materi sendiri.
•    Peserta didik dapat berkomunikasi dengan temannya.

4.    Nilai

Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan,   atau   perilaku  yang  dianggap  baik  dan  yang  dianggap  buruk. Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah keyakinan sekitar objek spesifik atau  situasi, sedangkan nilai mengacu pada keyakinan.



Target nilai cenderung menjadi ide, target nilai dapat juga berupa sesuatu seperti  sikap  dan  perilaku.  Arah  nilai  dapat  positif  dan  dapat  negatif. Selanjutnya intensitas nilai  dapat dikatakan tinggi atau rendah tergantung pada situasi dan nilai yang diacu.

Definisi lain tentang nilai disampaikan oleh Tyler (1973:7), yaitu nilai adalah suatu  objek,   aktivitas,  atau  ide    yang  dinyatakan  oleh  individu  dalam mengarahkan  minat,  sikap,  dan  kepuasan.  Selanjutnya  dijelaskan  bahwa manusia belajar menilai suatu objek,  aktivitas, dan ide sehingga objek ini menjadi pengatur penting minat, sikap, dan kepuasan. Oleh karenanya  satuan pendidikan harus membantu peserta didik menemukan dan menguatkan nilai yang    bermakna    dan    signifikan    bagi    peserta    didik    untuk    memperoleh kebahagiaan personal dan memberi konstribusi positif terhadap masyarakat.

5.    Moral

Piaget dan Kohlberg banyak membahas tentang perkembangan moral anak. Namun Kohlberg mengabaikan masalah hubungan antara judgement moral dan tindakan  moral.  Ia   hanya  mempelajari  prinsip  moral  seseorang  melalui penafsiran respon verbal terhadap  dilema hipotetikal atau  dugaan, bukan pada bagaimana sesungguhnya seseorang bertindak.

Moral  berkaitan  dengan  perasaan  salah  atau  benar  terhadap  kebahagiaan orang  lain  atau  perasaan  terhadap  tindakan  yang  dilakukan  diri  sendiri. Misalnya menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang, yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.

Ranah afektif lain yang penting adalah:
•    Kejujuran:  peserta  didik  harus  belajar  menghargai  kejujuran    dalam berinteraksi dengan orang lain.
•    Integritas: peserta didik harus mengikatkan diri pada kode nilai, misalnya moral dan artistik.
•    Adil:  peserta  didik  harus  berpendapat  bahwa  semua  orang  mendapat perlakuan yang sama dalam memperoleh pendidikan.
•    Kebebasan:  peserta  didik  harus  yakin  bahwa  negara  yang  demokratis memberi  kebebasan yang bertanggung jawab secara maksimal kepada
semua orang.



BAB III
PENGEMBANGAN PERANGKAT PENILAIAN AFEKTIF



A.  Pengukuran Ranah Afektif

Dalam memilih karakterisitik afektif untuk pengukuran, para pengelola pendidikan harus  mempertimbangkan rasional teoritis dan program sekolah. Masalah yang timbul adalah  bagaimana ranah afektif akan diukur. Isi dan validitas konstruk ranah afektif tergantung pada definisi operasional yang secara langsung mengikuti definisi konseptual.

Menurut Andersen (1980) ada dua metode yang dapat digunakan untuk mengukur ranah  afektif,  yaitu  metode  observasi  dan  metode  laporan  diri.  Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan/atau reaksi psikologi. Metode laporan diri berasumsi bahwa yang mengetahui keadaan afektif seseorang adalah dirinya sendiri. Namun hal ini menuntut kejujuran dalam mengungkap karakteristik afektif diri sendiri.

Menurut Lewin (dalam Andersen, 1980), perilaku seseorang merupakan fungsi dari watak   (kognitif,   afektif,  dan  psikomotor)  dan  karakteristik  lingkungan  saat perilaku atau  perbuatan  ditampilkan.  Jadi tindakan  atau perbuatan  seseorang ditentukan oleh watak dirinya dan kondisi lingkungan.



B.  Pengembangan Instrumen Penilaian Afektif

Instrumen penilaian afektif meliputi lembar pengamatan sikap, minat, konsep diri, nilai,  dan  moral.  Ada  11  (sebelas)  langkah  dalam  mengembangkan  instrumen penilaian afektif, yaitu:

1.    menentukan spesifikasi instrumen
2.    menulis instrumen
3.    menentukan skala instrumen
4.    menentukan pedoman penskoran
5.    menelaah  instrumen
6.    merakit instrumen
7.    melakukan ujicoba
8.    menganalisis hasil ujicoba
9.    memperbaiki instrumen
10. melaksanakan pengukuran
11. menafsirkan hasil pengukuran

1.    Spesifikasi instrumen

Ditinjau dari tujuannya ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif, yaitu instrumen (1) sikap, (2) minat, (3) konsep diri, (4) nilai, dan (5) moral.



a.  Instrumen sikap
Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu    objek,    misalnya    terhadap    kegiatan    sekolah,    mata    pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif bisa negatif.  Hasil  pengukuran   sikap  berguna  untuk  menentukan  strategi pembelajaran yang tepat.

b. Instrumen minat
Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik terhadap mata pelajaran, yang selanjutnya digunakan untuk
meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran.

c.  Instrumen konsep diri
Instrumen    konsep    diri    bertujuan    untuk     mengetahui    kekuatan    dan kelemahan diri sendiri. Peserta didik melakukan evaluasi secara objektif terhadap  potensi yang ada dalam dirinya. Karakteristik potensi peserta didik    sangat    penting   untuk    menentukan    jenjang    karirnya.  Informasi kekuatan  dan   kelemahan  peserta  didik  digunakan  untuk  menentukan
program yang sebaiknya ditempuh.

d. Instrumen nilai
Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan peserta didik. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang    positif dan yang negatif. Hal-hal yang bersifat positif diperkuat sedangkan yang bersifat negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.

e. Instrumen moral
Instrumen  moral  bertujuan  untuk  mengungkap  moral.  Informasi  moral seseorang    diperoleh    melalui    pengamatan        terhadap        perbuatan      yang ditampilkan        dan     laporan    diri    melalui    pengisian    kuesioner.     Hasil pengamatan     dan    hasil    kuesioner    menjadi      informasi        tentang    moral seseorang.

Dalam menyusun spesifikasi instrumen perlu memperhatikan empat hal yaitu (1)  tujuan   pengukuran,  (2)  kisi-kisi  instrumen,  (3)  bentuk  dan  format instrumen, dan (4) panjang instrumen.

Setelah menetapkan tujuan pengukuran afektif, kegiatan berikutnya adalah menyusun  kisi-kisi instrumen.  Kisi-kisi (blue-print), merupakan matrik  yang berisi    spesifikasi        instrumen    yang  akan    ditulis.  Langkah    pertama  dalam menentukan kisi-kisi adalah  menentukan definisi konseptual yang berasal dari teori-teori yang diambil dari buku teks. Selanjutnya mengembangkan definisi operasional  berdasarkan  kompetensi  dasar,  yaitu  kompetensi  yang  dapat diukur.        Definisi    operasional     ini    kemudian    dijabarkan    menjadi    sejumlah indikator.  Indikator  merupakan  pedoman  dalam  menulis  instrumen.  Tiap indikator bisa dikembangkan dua atau lebih instrumen.



2.    Penulisan instrumen

Tabel 1. Kisi-Kisi Instrumen Afektif


No   
Indikator    Jumlah
butir   
Pertanyaan/Pernyataan   
Skala
1               
2               
3               
4               
5               

Penilaian    ranah    afektif    peserta    didik    dilakukan    dengan    menggunakan instrumen penilaian afektif sebagai berikut.

a.  Instrumen sikap
Definisi  konseptual:  Sikap  merupakan  kecenderungan  merespon  secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai  suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk  mengetahui  sikap peserta didik terhadap suatu objek,
misalnya    kegiatan    sekolah.    Sikap    bisa    positif    bisa    negatif.    Definisi operasional: sikap adalah  perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Objek bisa berupa kegiatan atau mata pelajaran. Cara yang mudah untuk mengetahui sikap peserta didik adalah melalui kuesioner.

Pertanyaan tentang sikap meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu objek, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan  pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima-menolak, menyenangi-tidak menyenangi, baik-buruk, diingini-tidak diingini.

Contoh indikator sikap terhadap mata pelajaran matematika misalnya.
    Membaca buku  matematika
    Mempelajari matematika
    Melakukan interaksi dengan guru matematika
    Mengerjakan tugas matematika
    Melakukan diskusi tentang matematika
    Memiliki buku matematika


Contoh pernyataan untuk kuesioner:
    Saya senang membaca buku matematika
    Tidak semua orang harus belajar matematika
    Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran matematika
    Saya tidak senang pada tugas pelajaran matematika
    Saya berusaha mengerjakan soal-soal matematika sebaik-baiknya
    Memiliki buku matematika penting untuk semua peserta didik

b.  Instrumen minat

Instrumen minat bertujuan untuk memperoleh informasi tentang minat peserta didik  terhadap suatu mata pelajaran yang selanjutnya digunakan untuk    meningkatkan    minat    peserta    didik    terhadap    mata    pelajaran



tersebut. Definisi konseptual: Minat adalah keinginan yang tersusun melalui pengalaman  yang mendorong individu mencari objek, aktivitas, konsep, dan keterampilan untuk tujuan mendapatkan perhatian atau penguasaan. Definisi    operasional:    Minat    adalah    keingintahuan    seseorang    tentang keadaan suatu objek.

Contoh indikator minat terhadap pelajaran matematika:
    Memiliki catatan pelajaran matematika.
    Berusaha memahami matematika
    Memiliki buku matematika
    Mengikuti pelajaran matematika

Contoh pernyataan untuk kuesioner:
•    Catatan pelajaran matematika saya lengkap
•    Catatan pelajaran matematika saya terdapat coretan-coretan tentang hal-hal yang penting
•    Saya    selalu    menyiapkan    pertanyaan    sebelum    mengikuti    pelajaran matematika
•    Saya berusaha memahami mata pelajaran matematika
•    Saya senang mengerjakan soal matematika.
•    Saya berusaha selalu hadir pada pelajaran matematika c.   Instrumen konsep diri
Instrumen    konsep    diri    bertujuan    untuk    mengetahui    kekuatan    dan
kelemahan diri sendiri. Informasi kekuatan dan kelemahan peserta didik digunakan  untuk  menentukan  program  yang  sebaiknya  ditempuh  oleh peserta didik.

Definisi konsep: konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri    yang    menyangkut    keunggulan    dan    kelemahannya.    Definisi operasional konsep diri adalah pernyataan tentang kemampuan diri sendiri yang menyangkut mata pelajaran.

Contoh indikator konsep diri:
    Memilih mata pelajaran yang mudah dipahami
    Memiliki kecepatan memahami mata pelajaran
    Menunjukkan mata pelajaran yang dirasa sulit
    Mengukur kekuatan dan kelemahan fisik

Contoh pernyataan untuk instrumen:
    Saya sulit mengikuti pelajaran matematika
    Saya mudah memahami bahasa Inggris
    Saya mudah menghapal suatu konsep.
    Saya mampu membuat karangan yang baik
    Saya merasa sulit mengikuti pelajaran fisika
    Saya bisa bermain sepak bola dengan baik
    Saya mampu membuat karya seni yang baik
    Saya perlu waktu yang lama untuk memahami pelajaran fisika.



d.  Instrumen nilai

Nilai merupakan konsep penting dalam pembentukan kompetensi peserta didik.  Kegiatan  yang disenangi peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh nilai  (value)  peserta  didik  terhadap  kegiatan  tersebut.  Misalnya,  ada peserta didik yang menyukai pelajaran keterampilan dan ada yang tidak, ada yang menyukai pelajaran seni tari  dan  ada yang tidak. Semua ini dipengaruhi oleh nilai peserta didik, yaitu yang berkaitan dengan penilaian baik dan buruk.

Nilai seseorang pada dasarnya terungkap melalui bagaimana ia berbuat atau  keinginan  berbuat.  Nilai  berkaitan  dengan  keyakinan,  sikap  dan aktivitas atau  tindakan seseorang. Tindakan seseorang terhadap sesuatu merupakan refleksi dari nilai yang dianutnya.

Definisi  konseptual:  Nilai  adalah  keyakinan  terhadap  suatu  pendapat, kegiatan, atau objek. Definisi operasional nilai adalah keyakinan seseorang tentang  keadaan  suatu  objek  atau  kegiatan.  Misalnya  keyakinan  akan kemampuan  peserta  didik  dan   kinerja   guru.  Kemungkinan  ada  yang berkeyakinan bahwa prestasi peserta didik sulit ditingkatkan atau ada yang berkeyakinan bahwa guru sulit melakukan perubahan.

Instrumen nilai bertujuan untuk mengungkap nilai dan keyakinan individu. Informasi yang diperoleh berupa nilai dan keyakinan yang  positif dan  yang negatif. Hal-hal yang  positif ditingkatkan sedang yang negatif dikurangi dan akhirnya dihilangkan.

Contoh indikator nilai adalah:
    Memiliki keyakinan akan peran sekolah
    Menyakini keberhasilan peserta didik
    Menunjukkan keyakinan atas kemampuan guru.
    Mempertahankan keyakinan akan harapan masyarakat

Contoh pernyataan untuk kuesioner tentang nilai peserta didik:
•    Saya  berkeyakinan  bahwa  prestasi belajar  peserta didik  sulit untuk ditingkatkan.
•    Saya berkeyakinan bahwa kinerja pendidik sudah maksimal.
•    Saya  berkeyakinan  bahwa  peserta  didik  yang  ikut  bimbingan  tes cenderung akan diterima di perguruan tinggi.
•    Saya  berkeyakinan  sekolah  tidak  akan  mampu  mengubah  tingkat kesejahteraan masyarakat.
•    Saya berkeyakinan bahwa perubahan selalu membawa masalah.
•    Saya berkeyakinan bahwa hasil yang dicapai peserta didik adalah  atas usahanya.

Selain melalui kuesioner ranah afektif peserta didik, sikap, minat, konsep diri, dan nilai dapat digali melalui pengamatan. Pengamatan karakteristik afektif    peserta    didik    dilakukan    di    tempat    dilaksanakannya    kegiatan pembelajaran.  Untuk  mengetahui  keadaan  ranah  afektif  peserta  didik, perlu ditentukan dulu indikator substansi yang akan diukur, dan pendidik harus  mencatat  setiap  perilaku  yang  muncul  dari  peserta  didik  yang berkaitan dengan indikator tersebut.



e.  Instrumen Moral

Instrumen ini bertujuan untuk mengetahui moral peserta didik. Contoh indikator moral sesuai dengan definisi tersebut adalah:
    Memegang janji
    Memiliki kepedulian terhadap orang lain
    Menunjukkan komitmen terhadap tugas-tugas
    Memiliki Kejujuran

Contoh pernyataan untuk instrumen moral
•    Bila saya berjanji pada teman, tidak harus menepati.
•    Bila berjanji kepada orang yang lebih tua, saya berusaha menepatinya.
•    Bila berjanji pada anak kecil, saya tidak harus menepatinya.
•    Bila menghadapi kesulitan, saya selalu meminta bantuan orang lain.
•    Bila    ada    orang    lain    yang    menghadapi    kesulitan,    saya    berusaha membantu.
•    Kesulitan orang lain merupakan tanggung jawabnya sendiri.
•    Bila bertemu teman, saya selalu menyapanya walau ia tidak melihat saya.
•    Bila  bertemu  guru,  saya  selalu  memberikan  salam,  walau  ia  tidak melihat saya.
•    Saya  selalu  bercerita  hal  yang  menyenangkan  teman,  walau  tidak seluruhnya benar.
•    Bila ada orang yang bercerita, saya tidak selalu mempercayainya.



3.  Skala Instrumen Penilaian Afektif

Skala yang sering digunakan dalam instrumen penelilaian afektif adalah Skala
Thurstone, Skala Likert, dan Skala Beda Semantik.

Contoh Skala Thurstone: Minat terhadap pelajaran sejarah

    7    6    5    4    3    2    1
1.    Saya senang belajar Sejarah                           
2.    Pelajaran sejarah bermanfaat                           
3.    Saya    berusaha    hadir    tiap    ada    jam
pelajaran sejarah                           
4.    Saya berusaha memiliki buku pelajaran
Sejarah                           
5.    Pelajaran sejarah membosankan                           
Dst                           

Contoh skala Likert: Sikap terhadap pelajaran matematika

1    Pelajaran matematika bermanfaat    SS    S    TS    STS
2    Pelajaran matematika sulit    SS    S    TS    STS
3    Tidak semua harus belajar matematika    SS    S    TS    STS
4    Pelajaran matematika harus dibuat mudah    SS    S    TS    STS
5    Sekolah saya menyenangkan    SS    S    TS    STS



Keterangan:
SS : Sangat setuju
S    : Setuju
TS : Tidak setuju
STS : Sangat tidak setuju

Contoh skala beda Semantik:

Pelajaran ekonomi

    a    b    c    d    e    f    g   
Menyenangkan                                Membosankan
Sulit                                Mudah
Bermanfaat                                Sia-sia
Menantang                                Menjemukan
Banyak                                Sedikit



4.  Sistem penskoran

Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan  skala  Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir    7 dan skor terendah  1.  Demikian  pula  untuk  instrumen  dengan  skala  beda  semantik, tertinggi 7  terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir  5  dan  terendah  1.  Dalam  pengukuran  sering  terjadi  kecenderungan responden memilih jawaban pada  katergori tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk  menghindari  hal  tersebut  skala  Likert   dimodifikasi  dengan  hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat responden.

Skor perolehan perlu dianalisis untuk tingkat peserta didik dan tingkat  kelas, yaitu dengan  mencari rerata (mean) dan simpangan baku skor. Selanjutnya ditafsirkan hasilnya untuk mengetahui minat masing-masing peserta didik dan minat kelas terhadap suatu mata pelajaran.

5.  Telaah instrumen

Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir pertanyaan/ pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar, c)  butir peranyaaan/pernyataan tidak bias, d) format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi  instrumen  jelas,  dan  f)    jumlah  butir  dan/atau  panjang  kalimat pertanyaan/pernyataan    sudah    tepat    sehingga    tidak    menjemukan    untuk dibaca/dijawab.

Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan  adalah  yang  sesuai  dengan  tingkat  pendidikan  responden.  Hasil telaah selanjutnya digunakan untuk memperbaiki instrumen.

Panjang  instrumen  berhubungan  dengan  masalah  kebosanan,  yaitu  tingkat kejemuan dalam mengisi instrumen. Lama pengisian instrumen sebaiknya tidak lebih  dari  30  menit.  Langkah  pertama  dalam  menulis  suatu  pertanyaan/ pernyataan adalah informasi apa  yang  ingin diperoleh, struktur pertanyaan,



dan pemilihan kata-kata.  Pertanyaan yang diajukan jangan sampai bias, yaitu mengarahkan jawaban responden pada arah tertentu, positif atau negatif.

Contoh pertanyaan yang bias:
Sebagian besar pendidik setuju semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus.    Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang mengikuti ujian lulus semua?

Contoh pertanyaan yang tidak bias:
Sebagian pendidik setuju bahwa tidak semua peserta didik harus lulus, namun sebagian lain  tidak setuju. Apakah saudara setuju bila semua peserta didik yang menempuh ujian akhir lulus semua?

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menggunakan kata-kata untuk suatu kuesioner, yaitu:
a. Gunakan  kata-kata  yang  sederhana  sesuai  dengan  tingkat  pendidikan responden
b. Pertanyaannya jangan samar-samar c.  Hindari pertanyaan yang bias.
d. Hindari pertanyaan hipotetikal atau pengandaian.

Hasil telaah instrumen digunakan untuk memperbaiki instrumen. Perbaikan dilakukan terhadap konstruksi instrumen, yaitu kalimat yang digunakan, waktu yang diperlukan untuk mengisi instrumen, cara pengisian atau cara menjawab instrumen, dan pengetikan.

6.  Merakit instrumen

Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan format  tata  letak  instrumen  dan  urutan  pertanyaan/  pernyataan.  Format instrumen harus dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi spasi yang  lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau mengisinya.

7.  Ujicoba instrumen

Setelah  dirakit  instrumen  diujicobakan  kepada  responden,  sesuai  dengan tujuan  penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang  ingin  dinilai.  Bila  yang  ingin  dinilai  adalah  peserta  didik  SMA,  maka sampelnya juga peserta didik SMA. Sampel yang diperlukan  minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu sekolah atau lebih.

Pada saat ujicoba yang perlu dicatat adalah saran-saran dari responden atas kejelasan  pedoman pengisian instrumen, kejelasan kalimat yang digunakan, dan waktu yang  diperlukan untuk mengisi instrumen. Waktu yang digunakan disarankan  bukan  waktu  saat  responden  sudah  lelah.  Selain  itu  sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Perlu diingat bahwa pengisian instrumen penilaian afektif bukan merupakan tes, sehingga walau ada batasan waktu namun tidak terlalu  ketat.



Agar  responden  mengisi  instrumen  dengan  akurat  sesuai  harapan,  maka sebaiknya    instrumen    dirancang    sedemikian    rupa    sehingga    waktu    yang diperlukan mengisi instrumen tidak terlalu lama. Berdasarkan pengalaman, waktu yang diperlukan agar tidak jenuh adalah 30 menit atau kurang.

8.  Analisis hasil ujicoba

Analisis    hasil    ujicoba    meliputi    variasi    jawaban      tiap    butir    pertanyaan/ pernyataan.  Jika  menggunakan  skala  instrumen  1  sampai  7,  dan  jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat  dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30,    butir  instrumen  tergolong baik.

Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70,  kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks keandalan instrumen minimal 0,70.

9.  Perbaikan instrumen

Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki.  Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari  responden ujicoba. Instrumen  sebaiknya    dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.

10. Pelaksanaan pengukuran

Pelaksanaan  pengukuran  perlu  memperhatikan  waktu  dan  ruangan  yang digunakan.  Waktu  pelaksanaan  bukan  pada  waktu  responden  sudah  lelah. Ruang  untuk  mengisi  instrumen  harus  memiliki  cahaya  (penerangan)  yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak  terganggu  satu  sama  lain.  Diusahakan  agar  responden  tidak  saling bertanya pada responden yang lain agar jawaban kuesioner  tidak sama atau homogen.  Pengisian  instrumen  dimulai  dengan  penjelasan  tentang  tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.

11. Penafsiran hasil pengukuran

Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif:

Sangat setuju - Setuju -  Tidak setuju - Sangat tidak setuju.
(4)    (3)    (2)    (1)



Sebaliknya untuk pertanyaan/pernyataan yang bersifat negatif

Sangat setuju - Setuju -  Tidak setuju - Sangat tidak setuju.
(1)    (2)    (3)    (4)

Skor tertinggi untuk instrumen tersebut adalah 10 butir x 4 = 40, dan skor terendah 10 butir x 1 = 10. Skor ini dikualifikasikan misalnya menjadi  empat kategori sikap atau minat,  yaitu sangat tinggi (sangat baik), tinggi (baik), rendah (kurang), dan sangat rendah (sangat kurang). Berdasarkan kategori ini dapat ditentukan minat atau sikap peserta didik.  Selanjutnya dapat dicari sikap dan minat kelas terhadap mata pelajaran tertentu.

Penentuan kategori hasil pengukuran sikap atau minat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Kategorisasi    sikap    atau    minat    peserta    didik    untuk    10    butir pernyataan, dengan rentang skor 10 – 40.

No.    Skor peserta didik    Kategori Sikap atau Minat
1.    Lebih besar dari 35    Sangat tinggi/Sangat baik
2.    28  sampai  35    Tinggi/Baik
3.    20  sampai  27    Rendah/Kurang
4.    Kurang dari 20    Sangat rendah/Sangat kurang

Keterangan Tabel 2:
1.  Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40
= 36, dan batas atasnya 40.
2.  Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah:  0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
3.  Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
4.  Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20.

Tabel 3    Kategorisasi  sikap atau minat kelas

No.    Skor rata-rata kelas    Kategori Sikap atau Minat
1.    Lebih besar dari 35    Sangat tinggi/Sangat baik
2.    28  sampai  35    Tinggi/Baik
3.    20  sampai  27    Rendah/Kurang
4.    Kurang dari 20    Sangat rendah/Sangat kurang

Keterangan:
1. Rata-rata  skor  kelas:  jumlah  skor  semua  peserta  didik  dibagi  jumlah peserta didik di kelas ybs.
2. Skor batas bawah kategori sangat tinggi atau sangat baik adalah: 0,80 x 40
= 36, dan batas atasnya 40.



3. Skor batas bawah pada kategori tinggi atau baik adalah:  0,70 x 40 = 28, dan skor batas atasnya adalah 35.
4. Skor batas bawah pada kategori rendah atau kurang adalah: 0,50 x 40 = 20, dan skor batas atasnya adalah 27.
5. Skor yang tergolong pada kategori sangat rendah atau sangat kurang adalah kurang dari 20.

Pada Tabel 2 dapat diketahui minat atau sikap tiap peserta didik    terhadap tiap mata pelajaran. Bila sikap peserta didik tergolong rendah,  maka peserta didik  harus  berusaha  meningkatkan  sikap dan minatnya  dengan  bimbingan pendidik. Sedang bila sikap atau minat peserta didik tergolong tinggi, peserta didik harus berusaha mempertahankannya.

Tabel 3 menujukkan minat atau sikap kelas terhadap suatu mata pelajaran. Dalam pengukuran sikap atau minat kelas diperlukan informasi tentang minat atau sikap setiap peserta didik terhadap suatu objek, seperti mata pelajaran. Hasil pengukuran minat kelas  untuk semua mata pelajaran berguna untuk membuat profil minat kelas. Jadi satuan pendidikan akan memiliki peta minat kelas  dan  selanjutnya  dikaitkan  dengan  profil  prestasi  belajar.  Umumnya peserta didik yang berminat pada mata pelajaran tertentu prestasi belajarnya untuk mata pelajaran tersebut baik.



C. Observasi

Penilaian ranah  afektif  peserta didik selain menggunakan kuesioner juga bisa dilakukan  melalui observasi atau pengamatan. Prosedurnya sama, yaitu dimulai dengan penentuan definisi konseptual dan definisi operasional. Definisi konseptual kemudian  diturunkan  menjadi  sejumlah   indikator.  Indikator  ini  menjadi  isi pedoman    observasi.    Misalnya    indikator    peserta    didik    berminat    pada    mata pelajaran matematika adalah kehadiran  di kelas, kerajinan dalam mengerjakan tugas-tugas,  banyaknya  bertanya,  kerapihan  dan  kelengkapan  catatan.  Hasil observasi  akan  melengkapi  informasi  dari  hasil  kuesioner.  Dengan  demikian informasi yang diperoleh akan lebih akurat, sehingga kebijakan yang    ditempuh akan lebih tepat.



BAB IV PENUTUP

Cukup  banyak  ranah  afektif  yang    penting  untuk  dinilai.  Namun  yang  perlu diperhatikan adalah kemampuan pendidik untuk melakukan penilaian. Untuk itu pada tahap awal  dicari  komponen afektif yang bisa dinilai oleh pendidik dan pada tahun berikutnya bisa ditambah ranah afektif lain untuk dinilai.

Ranah afektif yang penting dikembangkan adalah sikap dan minat peserta didik. Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan instrumen afektif sebagai berikut.
1.    Menentukan definisi konseptual atau konstruk yang akan diukur.
2.    Menentukan definisi operasional
3.    Menentukan indikator
4.    Menulis instrumen.

Instrumen  yang  dibuat  harus  ditelaah  oleh  teman  sejawat  untuk  mengetahui keterbacaan,  substansi yang ditanyakan, dan bahasa yang digunakan. Hasil telaah digunakan untuk memperbaiki instrumen. Selanjutnya instrumen tersebut di ujicoba di lapangan. Hasil ujicoba akan menghasilkan informasi yang berupa variasi jawaban, indeks  beda,  dan  indeks  keandalan  instrumen.  Hasil   ujicoba  digunakan  untuk memperbaiki instrumen. Hal yang penting pada instrumen afektif adalah  besarnya indeks keandalan instrumen yang dikatakan baik adalah minimal 0,70.

Penafsiran hasil pengukuran menggunakan dua kategori yaitu positif atau negatif. Positif berarti  minat peserta didik tinggi atau sikap peserta didik terhadap suatu objek baik, sedang negatif  berarti minat peserta didik rendah    atau sikap peserta didik terhadap objek kurang. Demikian juga untuk instrumen yang direncanakan untuk mengukur ranah afektif yang lain.



DAFTAR PUSTAKA



Allen, Mary. Yen., & Yen, Wendy. M. (1979). Introduction measurement theory.
Berkeley, California: Brooks/Cole Publishing Company.

Andersen,  Lorin.  W.  (1981).  Assessing  affective  characteristic  in  the  schools.
Boston: Allyn and Bacon.

Gable, Robert. K. (1986).  Instrument development in the affective domain. Boston: Kluwer-Nijhoff Publishing.

Mueller,  D.  J.  (1986).  Measuring  social  attitudes.  New  York:  Teachers  College, Columbia University.

Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional  Nomor  19  Tahun  2007  tentang  Standar Pengelolaan.  Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan  Menteri  Pendidikan  Nasional  Nomor  20  Tahun  2007  tentang  Standar Penilaian  Pendidikan. Jakarta:  Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Robinson, John. P., & Shaver, Philip. R. (1980). Measures of social psychological attitudes. Michigan: The Institute of Social Research.

Sax, Gilbert. (1980). Principles of educational and psychological measurement and evaluation. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.

Straughan,  R.  (1989).  Belief,  behaviour,  and  education.    London:  Biddles  Ltd.
Guilfordand King’s Lynn.

Thorndike, Robert, L., & Hagen, Elizabeth. P. (1977). Measurement and evaluation in psychology and education. New York: John Wiley & Sons.

Traub, Ross. E. (1994). Reliability for the social sciences. London: Sage Publications.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar